Aku berada di atas balkon, sementara ia ada di bawah sana, menatap dengan penuh harap. Aku melirik sekilas, hanya sekejap. Aku tau ia berharap aku memandangnya balik. Ketika aku menatapnya lagi, ia tersenyum. Sangat manis. Tak pernah aku melihat ia tersenyum semanis itu sebelumnya. Dan sangat bersahabat.
Beberapa waktu kemudian, aku dan dia berada di tepi sebuah bangunan tua, seperti puing² reruntuhan yang sudah lama tak tersinggahi. Bangunan itu sesungguhnya masih kokoh, hanya saja sangat tidak terawat. Namun keanggunannya masih jelas terlihat. Seluruhnya berwarna abu². Daun kering bertebaran di mana². Bukan coklat, tapi abu². Tiba² ia menarik salah satu seng yang menampung air hujan, dan dalam sekejap air mengalir membanjiri tanah dan halaman depan gedung tua itu. Kami terperangkap di sana. Mana berani aku menyeberanginya, air yang keruh itu kelihatan dalam. Bisa² aku tenggelam. Sedetik kemudian. dalam satu gerakan, tanpa seizinku, ia membopongku menyeberangi aliran air itu, sampai keluar bangunan. Sementara tubuhnya sendiri setengah tenggelam... Aku tak tahu lagi apa yang terjadi kemudian, karena lagu PADI "Semua Tak Sama" yang terlantun dari radio yang lupa kumatikan itu membangunkanku tepat di jam 4 dinihari...
Aneh, kok "rasa" itu hilang ya....?
Ke mana perginya "getaran" itu....?
Biasanya, jantungku berdebar cepat tiapkali ia melintas dan mendekam di benakku. Tapi kali ini tidak... Kali ini tidak....
Dan siang ini dia menelpon... so much nicer than he used to be... Sempat bilang bahwa selama ini aku dipelet? Ah, becanda...
wallahualam.
No comments:
Post a Comment